LOMBA MENULIS 2018 | ARUM ISHMATUL 'IZZA - SUKA DUKA MENGHAFAL ALFIYAH IBNU MALIK
“SUKA DUKA MENGHAFAL
ALFIYAH IBNU MALIK”
oleh : Arum Ishmatul
Izza*
Baru aku mengenalmu rasanya nggak bisa, nggak mungkin, nggak bisa
menghafalmu. Bait demi bait, larik demi larik, Aku lalui segalanya,
rintangannya. Aku hadapi walaupun masih dibilang sebiji jagung umur hafalanku. Tapi, sungguh luar biasa, engkau
Mas Ibnu Malik banyak suka-duka, tetapi lebih banyak susahnya mengenal baitmu.
Waktu tidur Aku sempatkan buat engkau. Waktu makan, mandi dan
segalanya itu hanya untuk engkau Mas Ibnu Malik. Waktu-waktuku sangat berharga
itu walaupun hanya satu detik, satu menit kau tak bisa Aku tinggalkan. Manjanya
engkau ketika Aku tidak sewaktupun pernah menyebutkan bait-baitmu. Engkau
langsung menggerutu, tidak mudah untuk diingat.
Subhanallah… membuatku sekejap pun tak pernah meninggalkan untuk
memegangmu. Banyak orang berkata Alfiyah itu susah, Alfiyah itu berat, Alfiyah ini-itu
banyak yang membicarakan tentang kesusahannya melafadzkanmu. Tetapi bagi orang
yang sudah mengenalnya, melafadzkannya sunggguh diluar kendali kita. Lidah ini
seakan-akan berjalan sendiri, itulah kelebihan Alfiyah Ibnu Malik. Mudah
dirasakan, susah senang kita banggakan bersama. Dikala sakit aku selalu
terbayang akan baitmu, disaat seseorang belum bisa, sedang ada hajatpun selalu
melafadzkanmu, walaupun didalam hati, cinta, kasih dan sayangku, Aku
prioritaskan engkau wahai Mas Ibnu Malik demi tercapainya sebuah puncak
kesuksesan. Tangis, senang, kita bersama. Kini Aku tekadkan kakiku dari rumah
sampai ke sini Ma’had tercinta demi mencapai kecerdasanku, kebenaranku, akhlak
muliaku, demi menggapai sukses bersama teman-teman di panggung Alfiyah nanti.
Ada orang yang berkata-kata, “Semangat yah, demi menggapai Alfiyah
1002”, tetapi Aku berfikir kesemangatan itu bukan dari tulisan atau lisan orang
yang berbicara, karena kesemangatan untuk melafadzkanmu adalah sebuah
perjuangan yang selalu ditaruhkan, yang selalu dijanjikan berhadapannya dengan
waktu, harus bisa mencapai sebuah ke-target-an, sakitnya kepala,
panas-dinginnya cuaca malam, Aku temui hanya ingin bisa bait-baitmu ada
terbekas dalam otakku.
Disinilah percakapan antara penghafal Alfiyah terjadi yang bernama
Lada dan Lidi menjelaskan tentang perwatakannya Lada cerdas, lancar dalam
melafadzkannya, dan Lidi perwatakannya kurang dalam kelancaran nadzomannya.
Lada : “Hai, Lidi! Sini aku simakkin
nadzomannya, kan sebentar lagi kita akan
Muhafadzoh.”
Lidi : “ Nggak mau ah! Lada Aku
belum lancar, malu melafadzkannya aja masih
Ngelabed .“
Lada : “Dih! Kenapa kok kayak gitu?.”
Lidi : “Nggak apa-apa kok aku
terkadang malas melalar Alfiyah padahal aku belum
bisa?.”
Lada : “Jangan begitu oh, Lidi… Jangan
jadikan kemalasan sebagai langkah yang
menjadikanmu lemah! Kita harus sama-sama semangat.”
Lidi : “Begini Lada, hal yang
membuatku malas akan semua ini adalah aku sering
menangis. Jika aku belum bisa dan aku sering sakit. Jadi, daripada
aku
sering kayak gitu , aku nggak terlalu memikirkan nadzomanku ini.
Terus hal
yang harus aku lakukan bagaimana da? sebentar lagi muhafadzoh.”
Lada : “Lidi.. Disini kita belajar.
Tugas kita ya.. meghafal, melalar dll. Justru itulah
awal dari perjuangan kita. Susah-senang kita hadapi bersama. Lebih
baik
kita lemah diawal, karena masih banyak orang yang mengajak kita
untuk
bisa. Daripada lemah atau menyesal diakhir, karena semuanya akan
sia-sia.”
Lidi : “Hmm.. (dalam hati Lidi
menangis). Makasih yah Lada… Ini yang aku
harapkan punya sahabat sama-sama menyemangati.”
Lada : “(Dalam hati Lidi menangis).
Udah jadi tanggungan kita bersam dalam
menghafal Alfiyah. Pasti ada sebuah cobaan atau ujian yang mana
harus
kita lalui dengan kepala dingin, bersama-sam dalam memulai
perjuangan
ini. Karena 500 bait Alfiyah belum seberapa, dibandingkan dengan
kakak
kelas kita yang sudah lulus, yang sudah melalui suka-dukanya Alfiyah…
Subhanallah…
Lidi : “Baiklah Lada…. Mulai sekarang dan sampai nanti aku mulai
semangat
untuk melalar Alfiyah, menghafal Alfiyah dan memahami Alfiyah.”
Lada : “Nah, begitu dong. Kan kita
berjuang bersam, lalui susah-senang bersama,
dan sukses manggung bersama.”
Lidi : “Aamiin Ya Allah… Semoga
para penghafal Alfiyah diberi kemudahan untuk
mengahafal dan memahaminya agar sama-sama suksesnya diwaktu nanti.
Aamiin-aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin….”
Pesan :
Walaupun banyak terpaan ujian yang menghadang, jangan jadikan semua itu sebagai
cobaan berat dalam menghafal Alfiyah. Karena semua itu awal adalah puncak
kejayaan kita “Sang Penghafal” seperti dalam kata mutiara ini “Semakin tinggi
pohon, semakin besar angin yang menerpa”, semakin tinggi ilmu, semakin besar
angin yang menerpa adalah sebuah perjuangan. Menghayalmu adalah sebuah
keyakinan, mengenalmu adalah sebuah kenyataan yang terbukti. Bait demi bait,
larik demi larik, target demi target, suka-dukanya , susah-senangnya,
tangis-tawanya adalah sebuah awal dari perjuangan kita untuk mencapai mahligai
puncak kejayaan, kesuksesan bersama. “Jangan sia-siakan karena hidup terakhir
adalah saat anda berhenti bermimpi. Harapan hilang saat anda berhenti bermimpi
dan cinta Alfiyah hilang dan gagal saat anda berhenti peduli.” Inilah “Sang
Penghafal Alfiyah” yang harus kita banggakan.
#Sang
Penghafal Alfiyah Ibnu Malik
Al-Mujahidah
500 bait
Salam
Perjuangan (struggling)
*Penulis adalah siswi kelas IV Muta’allimat M4H ASSALAFIYAH 2017/2018
Komentar
Posting Komentar